Jumat, 20 Agustus 2004.
Penghapusan Fiskal Dilakukan BertahapJAKARTA -- Menteri Keuangan Boediono mengatakan, penghapusan biaya fiskal untuk perjalanan ke negara-negara anggota ASEAN akan dilakukan secara bertahap. Alasannya, agar pemberlakuan aturan ini tidak membawa dampak negatif bagi penerimaan negara.
"Kalau penerimaan negara turun, nanti pengeluaran negara ada yang harus kami potong, (tapi pengeluaran) yang mana yang bisa dipotong?" kata dia setelah menjadi pembicara kunci dalam seminar "Arah Kebijakan Fiskal dan Moneter 2005" di Jakarta kemarin.
Menurut dia, pihaknya sudah melakukan kajian mengenai pembebasan fiskal untuk perjalanan ke negara-negara anggota ASEAN. Departemen Keuangan saat ini masih mempertimbangkan bagaimana caranya menerapkan aturan tersebut. "Karena memang ada dampaknya terhadap penerimaan negara," kata Boediono.
Sayangnya, Boediono enggan menjelaskan pembebasan biaya fiskal secara bertahap itu. Menurut dia, pada saatnya nanti di Indonesia juga tak ada lagi pungutan fiskal, seperti yang sudah berlaku di beberapa negara anggota ASEAN. "Nanti akan kami sampaikan, dalam waktu yang tidak lama (tahapan itu) akan kami umumkan," ujarnya.
Kepala Badan Analisa Fiskal Anggito Abimanyu menjelaskan, maksud pemberlakuan secara bertahap adalah pemerintah tidak akan sekaligus menghapus pungutan fiskal. Pasalnya, itu akan mengganggu penerimaan negara, sehingga yang akan dilakukan pengurangan tarif fiskal secara bertahap. "Tidak ujug-ujug (tiba-tiba) nol," kata dia.
Dia menegaskan, dalam jangka pendek pasti akan ada penerimaan negara yang berkurang. Dalam RAPBN 2005 pemerintah mentargetkan pendapatan negara dari pajak fiskal Rp 1,2 triliun. Hanya saja, penerimaan negara tahun depan dipastikan tidak akan terganggu. Karena dalam Asean Tourism Agreement (ATA) pembebasan fiskal akan berlaku akhir 2005. "Dampak penerimaannya baru 2006, ini perkiraan kita," ujar Anggito.
Namun, dia mengakui, ada kemungkinan dalam jangka menengah penerimaan negara bisa pulih kembali, meski tidak ada lagi pungutan fiskal. Karena aktivitas dari perjalanan ke luar negeri pasti meningkat sehingga berimplikasi pada penerimaan di pos yang lain. "Tapi saya belum hitung pos mana yang meningkat. Kami masih melakukan kajian," katanya.
Salah satu kajian yang dilakukan Departemen Keuangan, antara lain mengenai kenapa orang tidak mau membayar fiskal. Karena, kata Anggito, disinyalir banyak orang yang tidak membayar fiskal dan main mata dengan aparat. "Kajian kami ada dua sebab, pertama, terlalu tinggi biayanya; kedua, pengawasannya," katanya.
Anggito mengaku bingung dengan pernyataan Sekretaris Negara Bambang Kesowo. Menurut dia, tarif fiskal tidak ditetapkan melalui keputusan presiden, melainkan lewat peraturan pemerintah. Tarif yang berlaku saat ini ditetapkan dalam undang-undang. "Pemerintah tidak bisa menghilangkan (fiskal) tanpa ada revisi undang-undang, tapi bisa menetapkan suatu tingkatan tarif yang dituangkan dalam peraturan pemerintah," ujar Anggito.
Ketua Panitia Anggaran DPR Abdullah Zainie membenarkan, penerimaan negara pasti akan terganggu dengan pemberlakuan pembebasan fiskal. Besarnya masih akan dihitung dalam pembahasan dengan pemerintah. "Kami tidak keberatan dengan pembebasan fiscal, karena itu juga merupakan usulan dari DPR," kata dia.
Sebelumnya Sekretaris Negara mengatakan, pemerintah tidak akan lagi mengenakan biaya fiskal untuk perjalanan ke luar negeri mulai tahun depan. Keputusan presiden mengenai kebijakan itu tengah disiapkan. Sebelum tahun anggaran 2005 keputusan ini sudah akan ditandatangani Presiden. "RAPBN 2005 tidak lagi memperhitungkan penerimaan fiskal itu," katanya (Koran Tempo, 19/8).
Sesuai dengan kesepakatan dari anggota ASEAN, Asean Tourism Agreement, setiap negara memang wajib menghapus biaya fiskal bagi warga negaranya yang melakukan perjalanan di kawasan ini. Dalam Pasal 2 ATA yang telah ditandatangani kepala pemerintah negara ASEAN, tertulis paling lambat akhir 2005 semua hambatan ke luar, termasuk pajak, harus dihapus. Tujuannya, untuk meningkatkan mobilitas antarnegara dalam kawasan.
Dari data yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik, jumlah warga Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri, termasuk di kawasan ASEAN, terus meningkat sejak 2001 hingga 2003. Pada 2001 tercatat 1.507.689 orang, lantas berlipat menjadi 3.231.535 orang pada 2002, dan bertambah lagi menjadi 3.491.186 orang pada 2003. Sementara itu, warga ASEAN yang berkunjung ke Indonesia, sejak 1997 hingga 2001, rata-rata 2 juta orang setiap tahun. ss kurniawan/bagja hidayat-tnr
No comments:
Post a Comment