Kamis, 20 Juni 2002.
Kasus Manulife Berdampak pada Perkembangan Industri AsuransiJAKARTA-Keputusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat kepada PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia dipastikan akan berdampak pada perkembangan industri asuransi di Indonesia secara keseluruhan.
Kalangan praktisi industri asuransi meminta pemerintah sebagai regulator agar bisa mengambil pelajaran positif dari kasus ini, dengan menerapkan kebijakan satu pintu untuk mengatur industri asuransi.
Pengamat industri asuransi Maikel Sajangbati kepada Koran Tempo kemarin mengatakan, keputusan pailit Manulife sudah pasti berdampak pada perkembangan industri asuransi Indonesia. "Industri asuransi Indonesia masih baru, boleh dikatakan masih bayi. Fondasinya belum begitu kokoh, sehingga begitu ada yang kena hit, bisa dipastikan seluruhnya akan kena dampak," jelas Maikel.
Menurut dia, industri asuransi Indonesia baru melangkah maju pada sekitar tahun 90-an. Perjalanannya pun cukup sulit, karena hingga saat ini pemegang polis asuransi di Indonesia baru mencapai sekitar 20 persen dari total jumlah penduduk. "Dengan adanya kasus pailit Manulife, tentu saja akan lebih sulit bagi industri untuk meyakinkan nasabah," tandasnya.
Apalagi, lanjut Direktur Heritage Advisory Asia ini, pemasaran asuransi di Indonesia didominasi oleh penjualan lewat agen asuransi. Pemasaran dengan cara ini, kata Maikel, lebih berbasis individual. "Sedikit saja orang yang sadar pentingnya asuransi, edukasi akan berjalan lambat. Begitu juga penetrasi usaha asuransi."
Dengan adanya pukulan kasus seperti Manulife, kata dia, bisa dipastikan nasabah kembali menimbang-nimbang sebelum ikut asuransi. Menurut Maikel, nasabah pasti bertanya-tanya kalau perusahaan sebesar Manulife saja bisa jatuh pailit bagaimana dengan perusahaan asuransi yang lebih kecil.
Kalau di Amerika Serikat, dia mencontohkan, begitu ada asuransi yang pailit asosiasi industri akan melindungi semua polis asuransi yang diterbitkan dan nasabah tak perlu kuatir. "Kalau di Indonesia, belum ada seperti ini. Asosiasi asuransi kita belum sampai melangkah ke sana."
Ketika ditanya apakah dampak kasus ini akan mempengaruhi pertumbuhan premi industri asuransi, Maikel mengatakan dampaknya tidak terlalu signifikan. "Saya kira dampaknya pada penurunan premi tidak terlalu signifikan karena perusahaan asuransi cepat melakukan antisipasi setelah ada kasus seperti ini dengan memberi penjelasan pada nasabah."
Menurut Maikel, pemerintah sebagai regulator industri asuransi sudah selayaknya melakukan introspeksi dengan adanya kasus Manulife ini. Dia menandaskan, sudah waktunya pemerintah menerapkan kebijakan satu pintu bagi perusahaan asuransi.
Selama ini, kata dia, ijin operasi ada di Depkeu, ijin prinsip ada di Departemen Kehakiman lalu yang melakukan eksekusi ternyata bisa siapa saja, termasuk pengadilan niaga. "Ada baiknya diterapkan seperti bank, instansi yang memberikan ijin sekaligus memberikan rekomendasi final. Jadi hanya ada satu pintu yang mengatur itu semua."
Ketua Dewan Asuransi Indonesia Hotbonar Sinaga mengatakan, kasus Manulife diharapkan tidak memberikan dampak dalam jangka panjang untuk industri asuransi. "Kalau keputusan kasasi Mahkamah Agung bisa keluar tepat waktu, saya kira tidak akan berdampak negatif pada industri," katanya.
Dia mengakui, pangsa pasar Manulife cukup besar untuk bisa memberikan dampak pada industri asuransi secara keseluruhan. "Manulife itu menguasai 10 persen dari total pendapatan premi industri. Jadi kalau keputusan kasasi berlarut-larut, sangat mungkin seluruh pasar industri asuransi terkena dampaknya," paparnya.
Karena itu, tandas dia, keputusan kasasi Mahkamah Agung yang adil diharapkan bisa menetralisir dampak ini lebih lanjut.
Anggota Komisi Keuangan dan Perbankan DPR Rizal Djalil pun mendesak agar pemerintah menerapkan sistem pengawasan yang lebih baik pada industri asuransi. "Jangan setelah ada kasus seperti ini, baru pejabat pemerintah bilang akan menjamin uang nasabah. Pernyataan itu hanya angin surga saja. Apa bentuk jaminan yang akan didapat oleh nasabah," tanyanya.
Dia menambahkan, kasus ini menodai industri asuransi Indonesia yang relatif baru berkembang. "Kalau industri baru berkembang, terus dihantam kasus seperti ini akan susah. Karena itu perlu antisipasi sistem pengawasan terhadap perusahaan asuransi." (yuyuk andriati)
Pemerintah Harus Segera Bentuk Guarantee Fund
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Asuransi Indonesia Mira Amalia Malik mendesak pemerintah untuk segera menerapkan sistem penjaminan asuransi melalui guarantee fund agar dana nasabah tetap terjamin pembayarannya, meskipun perusahaan asuransi itu dalam proses kepailitan.
"Sangat disayangkan tidak ada jaminan sama sekali dari pemerintah mengenai dana nasabah yang diinvestasikan dalam asuarnsi," katanya di Jakarta kemarin.
Mira menambahkan, selama belum ada jaminan bagi nasabah hendaknya konsumen asuransi berhati-hati dan cermat dalam membeli polis atau produk asuransi.
Dia mengatakan menyikapi keputusan pailit yang dijatuhkan kepada Manulife Indonesia, hendaknya perusahaan yang berkantor pusat di Kanada ini mengutamakan kepentingan konsumen asuransi. Ditambahkan Mira, nasabah Manulife juga dihimbau untuk terus memperjuangkan haknya dibayar penuh tanpa ada potongan atau penundaan pembayaran apapun. (yuyuk)
No comments:
Post a Comment