Cari Berita berita lama

KoranTempo - BI Resmikan Penyelenggaraan Intercity Clearing

Selasa, 28 Januari 2003.
BI Resmikan Penyelenggaraan Intercity ClearingJakarta - Bank Indonesia meresmikan penyelenggaraan Intercity Clearing atau kliring lokal atas cek dan bilyet giro yang berasal dari luar wilayah kliring dalam sistem perbankan. Intercity Clearing sendiri telah diimplementasikan sejak 1 November tahun lalu di 102 wilayah kliring.

"Pengembangan Intercity Clearing dilatar belakangi oleh keinginan untuk meningkatkan efisiensi dan mempercepat penyelesaian transaksi cek dan bilyet giro antarkota," kata Deputi Gubernur BI Maulana Ibrahim dalam sambutannya di acara peresmian Intercity Clearing di gedung BI Jakarta, Senin (27/1).

Menurut Maulana, tanpa adanya kliring lokal itu maka penyelesaian tagihan antarbank atas cek dan bilyet giro antarkota memerlukan waktu berhari-hari. Atau lebih dikenal mekanisme inkaso. "Tentunya ini sedikit banyak akan menggangggu kelancaraan arus lalu lintas pembayaran giral di masyarakat," jelas dia.

Pengembangan Intercity Clearing, lanjutnya, juga didorong oleh sistem online signature verification system (SVS), yang diterapkan dunia perbankan.Sistem ini adalah sistem di mana kantor cabang dapat melakukan verifikasi atas cek dan bilyet giro yang diterbitkan oleh kantor-kantor lainnya di wilayah kliring manapun. "Sehingga dapat segera dibayarkan tanpa harus melakukan verifikasi langsung terhadap fisik cek dan giro."

Direktur Akunting dan sistem pembayaran BI Mohamad Ishak menambahkan, kebutuhan akan kliring tersebut dirasakan semakin relevan dan mendesak. Karena adanya potensi peningkatan volume perdagangan dan transaksi antar daerah di Indonesa."Dimana cek dan bilyet giro merupakan salah satu sarana pembayaran yang sering digunakan oleh para pelaku bisnis," kata dia.

Tapi dia menegaskan untuk Jakarta dan Surabaya proses kliring membutuhkan dua hari. Ini dikarenakan, kedua kota tersebut melakukan banyak transaksi dan mengenal pembedaan volume kliring. "Sedangkan untuk kota-kota lainnya dapat dibayarkan pada hari itu juga," tambah Ishak.

Ishak mengungkapkan, di Jakarta setiap harinya terjadi 200.000 transaksi dengan nilai empat triliun rupiah, dan Surabaya sebanyak 60 ribu warkat perhari dengan volume Rp 1,2 triliun. Sedangkan untuk pembedaan volume kliring, dibagi dalam dua bagian, yaitu kliring besar dengan nilai 100 juta rupiah dan kliring kecil dibawah 100 juta rupiah. "Kliring besar diproses pada hari yang sama tapi kliring kecil diproses keesokan harinya," kata dia.

Sejak diimplementasikan, jumlah bank peserta hingga saat ini sebanyak 36 bank, antara lain Bank Danamon, Bank Niaga, Bank Lippo, Citybank, dan ABN Amro Bank. Hingga bulan Desember 2002, transaksi intercity clearing mencapai 77.765 kali dengan nilai Rp 1,4 triliun. (ss kurniawan)

Defisit APBN 2001 Rp 40,5 triliun

Jakarta -Rancangan Undang-Undang Perhitungan Anggaran Negara tahun 2001 menyebutkan realisasi pendapatan dan belanja negara tahun 2001 mengalami defisit Rp 40,5 triliun. Selain itu RUU PAN juga mencatat Sisa Lebih Pembiayaan Rp 1,2 triliun.

Menurut Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan, Maurin Sitorus, RUU PAN tahun anggaran 2001 baru akan diajukan pemerintah pada DPR, Senin (27/1).

RUU PAN 2001 merupakan mata rantai terakhir dari seluruh rangkaian siklus APBN 2001. Dalam siaran persnya, Senin (27/1), pengajuan itu dua bulan lebih cepat dibanding pengajuan RUU PAN 2000. Selain itu pengajuan RUU ke DPR juga tiga bulan lebih awal dari ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang APBN 2001.

Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Tahun 2001 mencapai Rp 301 triliun yang terdiri dari Penerimaan Dalam Negeri sebesar Rp 300,5 triliun dan hibah sebesar Rp 478,2 miliar. Sedangkan realisasi Belanja Negara mencapai Rp 341,56 triliun yang terdiri dari Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp 260,5 triliun dan dana Perimbangan sebesar Rp 81,05 triliun.

Sementara pembiayaan untuk menutup defisit sebesar Rp 40,5 triliun itu dihimpun dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri dan luar negeri. Jumlahnya mencapai Rp 41, 7 triliun. Sehingga terdapat Sisa Lebih Pembiayaan sebesar Rp 1,2 triliun karena jumlahnya lebih besar dari defisit yang perlu ditutup.

Maurin juga mengemukakan bahwa pelaksanaan APBN 2001 menghadapi tantangan, hambatan dan tekanan yang sangat berat. Pada tahun itu, selain terjadi depresiasi nilai rupiah, suku bunga Serifikat Bank Indonesia (SBI) cukup jauh melampaui asumsi dasarnya. Selain itu memburuknya perkembangan situasi global akibat peristiwa 1 September New York juga menyumbang berbagai tekanan terhadap pelaksanaan APBN 2001.

Karena itu agar APBN 2001dapat mencerminkan kebijakan fiskal yang realistis ditempuh langkah-langkah penyesuaian pada pertengahan Juni 2001. Langkah-langkah itu dituangkan dalam Paket Kebijakan Penyesuaian APBN tahun 2001.

Memburuknya situasi global juga menyebabkan serangkaian kebijakan yang telah ditempuh belum cukup efektif untuk meredam tekanan terhadap APBN. Untuk itu pemerintah dan DPR kembali melakukan penyesuaian terhadap APBN. Perubahan dan penyesuaian itu dirumuskan dalam UU No. 1 tahun 2002 tentang perubahan atas UU No. 35 tahun 2000 tentang APBN tahun anggaran 2001. (dara meutia)

ICMI Minta Pemerintah Tidak Lanjutkan Kontrak dengan IMF

Jakarta - Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) memintah pemerintah tidak melanjutkan kembali kontrak dengan Dana Moneter Internasional (IMF). Langkah ini sebagai amanat Ketetapan MPR yang meminta penghentian kerjasama dengan IMF pada tahun 2003.

"Kebijakan ekonomi Indonesia di bawah resep IMF ternyata tidak membawa perbaikan dan pertumbuhan ekonomi seperti yang diharapkan," kata Ketua Departemen Ekonomi ICMI Sugiharto dalam konferensi pers di kantor ICMI Pusat Jakarta, Jumat (27/1).

Dia mengatakan di bawah arahan IMF perekonomian Indonesia makin terpuruk. Kata dia, dampak nyata dari arahan IMF ini adalah makin menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat. "Sebagai dampak dari pencabutan subsidi, serta terjadinya privatisasi yang hanya menguntungkan kaum kapitalis global," tegas Sugiharto.

ICMI, lanjut Sugiharto, menilai doktrin kaum neo-liberal yang menguasai IMF sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi. Juga bertentangan dengan demokrasi ekonomi yang diamanatkan TAP MPR No.XVI/1998 dan UUD 1945. "Masih banyak upaya yang lebih konstruktif yang dapat dilakukan pemerintah," tambah dia.

Menurutnya, pemerintah dapat mempertahankan peranannya dalam pengelolaan industri yang strategis. Lalu, menjalankan secara berencana dan komprehensif tiga program pokok pemerintah. "Yaitu, pemberantasan kemiskinan, pengembanngan UKM, serta desentralisasi yang bertanggung jawab," jelas Sugiharto. (kurniawan)

No comments:

Post a Comment